Konferensi Pres Mendesak, Disahkan Revisi UU No. 5/1990
Mendesak, Disahkan Revisi UU No. 5/1990.
Masih Ingat kasus kakatua dalam botol? Puluhan ekor kakatua Jambul Kuning diselundupan lewat Kapal Tidar, rute Papua menuju Jakarta tahun 2015 lalu, dengan cara dibius hingga lemas dan dimasukan dalam botol air minum kemasan. Atas kejadian ini Kelompok Kerja (Pojka) Konservasi mendesak pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dan mendapat dukungan 285.0001ebih masyarakat melalui http:/Ichange.org/kakatuabotol
Kemudian kejadian yang saat ini sedang menjadi pembicaraan publik adalah kondisi Beruang di Kebun Binatang Bandung, dan Lumba-lumba yang diangkut dari Jakarta ke Pontianak dengan menggunakan moda transportasi Sriwijaya Air. Masih banyak deretan kasus perdagangan dan pelanggaran terhadap satwa liar lain yang masih belum tertangani oleh pemerintah, lantas bagaimana kasus ini dalam kerangka revisi Undang-Undang No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati? Sampai dimana proses revisinya?
“Kasus soal konservasi, khususnya pengelolaan satwa liar ini makin meningkat, diperlukan perangkat hukum yang tegas, demi adanya efek jera” ungkap Andri Santosa FKKM dan koordinator Pokja Konservasi. Lanjut Andri,"lni urgen untuk segera mengesahkan Revisi UU No. 5/1990, agar tidak mengulang kasus yang sama“.
Hasil kajian indonesian Center for Environmental Law (lCEL) ini menunjukkan selama 2011-2014, ada 45 putusan kasus pidana jual beli satwa yang telah berkekuatan hukum tetap. Dari jumlah ini, baik tuntutan maupun vonis hakim umumnya sangat ringan, dibawah satu tahun. “Tuntutan jaksa dan vonis yang dijatuhkan hakim tidak berbanding lurus dengan kesalahan yang mempengaruhi perkembangan pelanggaran terhadap satwa dilindungi.” Ungkap Reynaldo Sembiring, lCEL 'Tidak sebandingnya hukuman dan tindakan ini yang tidak memberikan efek jera, untuk itu kami di Pokja Konservasi mendesak DPR untuk segera mengesahkan undang-undang tersebut", lanjutnya. Lebih lanjut Reynaldo menyatakan bahwa "Sudah saatnya UU Konservasi kita mengatur pemidanaan bagi korporasi, termasuk lembaga konservasi. Hal ini untuk mencegah kejadian di kebun binatang Bandung dan Surabaya terulang“.
Melihat kondisi satwa liar di indonesia, erat kaitannya dengan habitat atau tempat hidupnya, Sunarto, ekolog satwa dan lansekap WWF-lndonesia menyatakan “Sudah semestinya kita memaksimalkan upaya perlindungan satwa dan keanekaragam hayati sebagai aset bangsa. Undang-undang yang disesuaikan dengan kondisi terkini dan dilaksanakan dengan baik menjadi salah satu jaminan perlindungan flora-fauna dan ekosistem yang menjadi kapital penopang perekonomian dan kelangsungan hidup kita”.
Saat ini, Revisi dilakukan kepada penanggung jawab kepada pelaku. Sebagai bentuk kehadiran negara dalam perlindungan satwa liar endemik Indonesia. Undang-undang tersebut digawangi oleh Komisi lv DPR kl, dan sudah masuk dalam prolegnas 2015-2019, posisi saat ini masih dalam tahap penyusunan naskah akademis. Sambil menunggu selesainya revisi UU Konservasi, Pokja Konservasi juga mendesak pemerintah dan penegak hukum untuk melakukan langkah-langkah hukum yang seharusnya bagi lembaga konservasi atau badan usaha yang melakukan pelanggaran kesejahteraan satwa serta kontroi dan pemberi ijin lembaga konservasi agar tidak ada pembiaran. Pokja Konservasi yang terdiri dari FKKM (Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat), WWF-lndonesia, TFCA-Sumatera, lCEL, WCS, PIU.
Komentar
Posting Komentar